Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menggelar pertemuan dengan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Cikeas, Bogor, Kamis (27/7). Panggung politik dua jenderal purnawirawan TNI dan politisi dari dua partai besar ini diselingi makan malam berupa nasi goreng gerobak khas Jawa Timur. SBY dikenal sebagai salah satu ahli strategi ketika masih berkarir di militer. Sedangkan Prabowo tak diragukan kemampuannya dalam hal perang.
Di balik politik nasi goreng itu, keduanya kompak mengkritik pemerintahan Jokowi-JK. SBY menegaskan, Demokrat dan Gerindra sepakat mengawasi jalannya pemerintahan. Maksudnya, SBY bersama Prabowo menginginkan negara berjalan ke arah yang benar sesuai kepentingan rakyat.
"Bagi kami wajib mengawal. Lalu bentuk pengawalan bagaimana? Amat sering Demokrat sampaikan salah satu bentuk pengawalan apa yang dilakukan pemerintah tepat, kita dukung. Tetapi kalau tidak tepat, melukai, mencederai kita akan koreksi," kata SBY.
SBY menerangkan tujuan langkah politik bersama Prabowo sebagai bagian dari pihak penyeimbang terhadap kebijakan-kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Tujuan kedua kami baik; bangsa kokoh, stabil ekonomi maju, kesejahteraan meningkat, demokrasi meningkat, hubungan internasional terjaga, maka rakyat akan bersuka cita. Kita bikin rakyat ke depan makin bersuka cita," ujar SBY.
Salah satu kesepakatan yang dihasilkan Prabowo dan SBY adalah membuat semacam gerakan moral. Menurutnya, gerakan moral diperlukan manakala rakyat telah dicederai.
"Jika aspirasi tidak lagi didengar penyelenggara negara oleh pemimpin (Presiden Joko Widodo), wajib hukumnya kita mengingatkan, kita memberikan koreksi," ungkapnya.
Presiden keenam itu melanjutkan, gerakan moral itu bakal dilakukan secara beradab. Yaitu bertumpu dengan nilai-nilai demokrasi dan tidak akan pernah merusak negara.
"Sebab jika tidak dengan beradab, justru gerakan kami secara politik tidak baik dan tidak benar," kata SBY.
Diakuinya, pertemuannya dengan Prabowo tercetus atas dorongan kondisi politik nasional usai DPR mengetuk palu pengesahan RUU Pemilu menjadi UU Pemilu. Demokrat dan Gerindra sama-sama memilih walk out dan tidak ikut bertanggung jawab atas pengesahan itu.
"Gerindra, Demokrat, PAN dan PKS berada di kubu yang tidak menyetujui Rancangan Undang-Undang Pemilu yang sekarang sudah disahkan DPR," ujar SBY.
Prabowo mengkritik lebih keras. Ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) 20 persen disahkan DPR pada 20 Juli lalu, membuat suasana politik dalam negeri memanas. Partai Gerindra menyebut ini sebagai lelucon. Keputusan politik itu tidak sesuai dengan akal sehat.
"Presidential threshold 20 persen itu lelucon politik yang menipu rakyat," kata Prabowo.
Dalam pengesahan Undang-undang Pemilu itu, Partai Gerindra memilih keluar (walkout). Prabowo mengaku, itu merupakan perintahnya langsung kepada kader partainya di DPR. Sebab, pihaknya tidak ingin menjadi bahan tertawaan rakyat. Prabowo juga merasa dalam keputusan aturan pemilu itu mencemaskan. Ini lantaran tidak memakai akal sehat dan dikhawatirkan mengurangi kualitas demokrasi Tanah Air.
"Undang-undang Pemilu baru saja dilahirkan, disahkan oleh DPR RI. Yang kita tidak ikut bertanggungjawab. Karena kita tidak mau diketawakan sejarah," tegasnya.
Mantan Danjen Kopassus ini mengingatkan pemerintah untuk tidak memaksakan kehendak, termasuk dalam hal melanggengkan kekuasaan. Bersama SBY, Prabowo akan terus berkomunikasi dan menjadi bagian check and balance untuk pemerintah. Dia pun membuka pintu bagi partai lain untuk bergabung.
"Karena ini sesuai yang disampaikan Pak SBY. Kita wajib mengawal, mengingatkan, mengimbangi dengan baik, mengingatkan mereka-mereka yang berada di kekuasaan bahwa demokrasi itu adalah jalan terbaik, dan demokrasi membutuhkan semangat patuh kepada logika, semangat patuh kepada rush of the game dan harus adil dan tidak memaksakan kehendak dengan segala cara," ucap Prabowo. [noe]